BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang
Ketegangan maupun konflik antara suami dan istri
maupun orang tua dengan anak merupakan hal yang wajar dalam sebuah keluarga
atau rumah tangga. Tidak ada rumah tangga yang berjalan tanpa konflik namun
konflik dalam rumah tangga bukanlah sesuatu yang menakutkan. Hampir semua
keluarga pernah mengalaminya. Yang mejadi berbeda adalah bagaimana cara
mengatasi dan menyelesaikan hal tersebut.
Setiap keluarga memiliki cara untuk menyelesaikan
masalahnya masing-masing. Apabila masalah diselesaikan secara baik dan sehat
maka setiap anggota keluarga akan mendapatkan pelajaran yang berharga yaitu
menyadari dan mengerti perasaan, kepribadian dan pengendalian emosi tiap
anggota keluarga sehingga terwujudlah kebahagiaan dalam keluarga. Penyelesaian
konflik secara sehat terjadi bila masing-masing anggota keluarga tidak
mengedepankan kepentingan pribadi, mencari akar permasalahan dan membuat solusi
yang sama-sama menguntungkan anggota keluarga melalui komunikasi yang baik dan
lancar. Disisi lain, apabila konflik diselesaikan secara tidak sehat maka
konflik akan semakin sering terjadi dalam keluarga.
Penyelesaian masalah dilakukan dengan marah yang
berlebih-lebihan, hentakan-hentakan fisik sebagai pelampiasan kemarahan,
teriakan dan makian maupun ekspresi wajah menyeramkan. Terkadang muncul
perilaku seperti menyerang, memaksa, mengancam atau melakukan kekerasan fisik.
Perilaku seperti ini dapat dikatakan pada tindakan kekerasan dalam rumah tangga
(KDRT) yang diartikan setiap perbuatan terhadap seseorang terutama
perempuan, yang berakibat timbulnya kesengsaraan atau penderitaan secara fisik,
seksual, psikologis, dan/atau penelantaran rumah tangga termasuk ancaman untuk
melakukan perbuatan,pemaksaan,atau perampasan kemerdekaan secara melawan hukum
dalam lingkup rumah tangga.
Tindak
kekerasan di dalam rumah tangga pada umumnya melibatkan pelaku dan korban
diantara anggota keluarga di dalam rumah tangga. Kekerasan Dalam Rumah Tangga
(KDRT) dapat diartikan sebagai tindakan kekerasan yang dilakukan oleh seorang
pengasuh, orangtua, atau pasangan.
B.
Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud
dengan Kekerasan dalam Rumah Tangga ?
2. Apa saja bentuk-bentuk
Kekerasan dalam Rumah Tangga ?
3. Apa saja faktor-faktor penyebab
kekerasan dalam rumah tangga?
4.
Bagaimana dampak kekerasan dalam rumah tangga?
5. Bagaimana cara
penanggulangan Kekerasan dalam Rumah Tangga ?
C. Tujuan
1. Mengetahui apa yang di maksud
kekerasan dalam rumah tangga.
2. Mengetahui bentuk-bentuk
kekerasan dalam rumah tangga.
3. Mengetahui faktor-faktor penyebab
kekerasan dalam rumah tangga.
4. Mengetahui dampak kekerasan dalam
rumah tangga.
5. Mengetahui cara penanggulangan
kekerasan dalam rumah tangga.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian Kekerasan Dalam Rumah
Tangga
Kekerasan dalam Rumah
Tangga seperti yang tertuang dalam Undang-undang No.23 Tahun 2004 tentang
Penghapusan Kekerasan dalam Rumah Tangga, memiliki arti setiap perbuatan
terhadap seseorang terutama perempuan, yang berakibat timbulnya kesengsaraan
atau penderitaan secara fisik, seksual, psikologis, dan/atau penelantaran rumah
tangga termasuk ancaman untuk melakukan perbuatan, pemaksaan, atau perampasan
kemerdekaan secara melawan hukum dalam lingkup rumah tangga.
Masalah kekerasan dalam rumah tangga telah mendapatkan
perlindungan hukum dalam Undang-undang Nomor 23 tahun 2004 yang antara lain
menegaskan bahwa:
Bahwa setiap warga negara berhak mendapatkan rasa aman
dan bebes dari segala bentuk kekerasan sesuai dengan falsafah Pancasila
dan Undang-undang Republik Indonesia tahun 1945.
a. Bahwa segala bentuk kekerasan, terutama Kekerasan dalam rumah tangga
merupakan pelanggaran hak asasi manusia, dan kejahatan terhadap martabat
kemanusiaan serta bentuk deskriminasi yang harus dihapus.
b. Bahwa korban kekerasan dalam rumah tangga yang kebanyakan adalah perempuan,
hal itu harus mendapatkan perlindungan dari Negara dan/atau masyarakat agar
terhindar dan terbebas dari kekerasan atau ancaman kekerasan, penyiksaan, atau
perlakuan yang merendahkan derajat dan martabat kemanusiaan.
c. Bahwa berdasarkan pertimbangan sebagai dimaksud dalam huruf a, huruf b,
huruf c, dan huruf d perlu dibentuk Undang-undang tentang penghapusan kekerasan
dalam rumah tangga.
Tindak
kekerasan yang dilakukan suami terhadap isteri sebenarnya merupakan unsur yang
berat dalam tindak pidana, dasar hukumnya adalah KUHP (kitab undang-undang
hukum pidana) pasal 356 yang secara garis besar isi pasal yang berbunyi:
“Barang siapa yang
melakukan penganiayaan terhadap ayah, ibu, isteri atau anak diancam hukuman pidana”.
B. Bentuk-Bentuk
Kekerasan Dalam Rumah Tangga
Menurut Undang-Undang No. 23
Tahun 2004 tindak kekerasan terhadap istri dalam rumah tangga dibedakan
kedalam 4 (empat) macam :
a.
Kekerasan
Fisik
Kekerasan fisik adalah perbuatan
yang mengakibatkan rasa sakit, jatuh sakit atau luka berat. Prilaku kekerasan
yang termasuk dalam golongan ini antara lain adalah menampar, memukul,
meludahi, menarik rambut (menjambak), menendang, menyudut dengan rokok,
memukul/melukai dengan senjata, dan sebagainya. Biasanya perlakuan ini akan
nampak seperti bilur-bilur, muka lebam, gigi patah atau bekas luka lainnya.
b.
Kekerasan psikologis / emosional
Kekerasan
psikologis atau emosional adalah perbuatan yang mengakibatkan ketakutan,
hilangnya rasa percaya diri, hilangnya kemampuan untuk bertindak, rasa tidak
berdaya dan / atau penderitaan psikis berat pada seseorang.
Perilaku
kekerasan yang termasuk penganiayaan secara emosional adalah penghinaan,
komentar-komentar yang menyakitkan atau merendahkan harga diri, mengisolir
istri dari dunia luar, mengancam atau ,menakut-nakuti sebagai sarana memaksakan
kehendak.
c.
Kekerasan seksual
Kekerasan
jenis ini meliputi pengisolasian (menjauhkan) istri dari kebutuhan batinnya,
memaksa melakukan hubungan seksual, memaksa selera seksual sendiri, tidak
memperhatikan kepuasan pihak istri.
d.
Kekerasan ekonomi
Kekerasan
ekonomi adalah suatu tindakan yang membatasi istri untuk bekerja didalam atau
di luar rumah untuk menghasilkan uang dan barang, termasuk membiarkan istri
yang bekerja untuk di-eksploitasi, sementara si suami tidak memenuhi kebutuhan
ekonomi keluarga. Sebagian suami juga tidak memberikan gajinya pada istri
karena istrinya berpenghasilan, suami menyembunyikan gajinya,mengambil harta
istri, tidak memberi uang belanja yang mencukupi, atau tidak memberi uang
belanja sama sekali, menuntut istri memperoleh penghasilan lebih banyak, dan
tidak mengijinkan istri untuk meningkatkan karirnya.
C. Faktor-Faktor
Penyebab Kekerasan dalam Rumah Tangga
Strauss A. Murray
mengidentifikasi hal dominasi pria dalam konteks struktur masyarakat dan keluarga,
yang memungkinkan terjadinya kekerasan dalam rumah tangga (marital violence)
sebagai berikut:
a. Pembelaan
atas kekuasaan laki-laki
Laki-laki dianggap sebagai
superioritas sumber daya dibandingkan dengan wanita, sehingga mampu mengatur
dan mengendalikan wanita.
b. Diskriminasi
dan pembatasan dibidang ekonomi
Diskriminasi dan pembatasan
kesempatan bagi wanita untuk bekerja mengakibatkan wanita (istri)
ketergantungan terhadap suami, dan ketika suami kehilangan pekerjaan maka istri
mengalami tindakan kekerasan.
c. Beban
pengasuhan anak
Istri yang tidak bekerja,
menjadikannya menanggung beban sebagai pengasuh anak. Ketika terjadi hal
yang tidak diharapkan terhadap anak, maka suami akan menyalah-kan istri
sehingga tejadi kekerasan dalam rumah tangga.
d. Wanita
sebagai anak-anak
Konsep wanita sebagai hak milik
bagi laki-laki menurut hukum, mengakibatkan kele-luasaan laki-laki untuk
mengatur dan mengendalikan segala hak dan kewajiban wanita. Laki-laki
merasa punya hak untuk melakukan kekerasan sebagai seorang bapak melakukan
kekerasan terhadap anaknya agar menjadi tertib.
e. Orientasi
peradilan pidana pada laki-laki
Posisi
wanita sebagai istri di dalam rumah tangga yang mengalami kekerasan oleh
suaminya, diterima sebagai pelanggaran hukum, sehingga penyelesaian kasusnya
sering ditunda atau ditutup. Alasan yang lazim dikemukakan oleh penegak
hukum yaitu adanya legitimasi hukum bagi suami melakukan kekerasan sepanjang
bertindak dalam konteks harmoni keluarga.
D. Dampak
Kekerasan Dalam Rumah Tangga
Kekerasan terhadap
istri menimbulkan berbagai dampak yang merugikan.
Diantaranya adalah :
Dampak
kekerasan terhadap istri yang bersangkutan itu sendiri adalah: mengalami sakit
fisik, tekanan mental, menurunnya rasa percaya diri dan harga diri, mengalami
rasa tidak berdaya, mengalami ketergantungan pada suami yang sudah menyiksa
dirinya, mengalami stress pasca trauma, mengalami depresi, dan keinginan untuk
bunuh diri.
Dampak
kekerasan terhadap pekerjaan si istri adalah kinerja menjadi buruk, lebih banyak
waktu dihabiskan untuk mencari bantuan pada Psikolog ataupun Psikiater, dan merasa
takut kehilangan pekerjaan.
Dampaknya
bagi anak adalah: kemungkinan kehidupan anak akan dibimbing dengan kekerasan,
peluang terjadinya perilaku yang kejam pada anak-anak akan lebih tinggi, anak
dapat mengalami depresi, dan anak berpotensi untuk melakukan kekerasan pada pasangannya
apabila telah menikah karena anak mengimitasi perilaku dan cara memperlakukan
orang lain sebagaimana yang dilakukan oleh orang tuanya.
E. Mencegah
Terjadinya Kekerasan dalam Rumah
Tangga
Untuk menghindari terjadinya Kekerasan dalam Rumah Tangga, diperlukan
cara-cara penanggulangan Kekerasan dalam Rumah Tangga, antara lain:
a.
Perlunya
keimanan yang kuat dan akhlaq yang baik dan berpegang teguh pada agamanya
sehingga Kekerasan dalam rumah tangga tidak terjadi dan dapat diatasi dengan
baik dan penuh kesabaran.
b.
Harus tercipta kerukunan dan kedamaian di dalam
sebuah keluarga, karena didalam agama itu mengajarkan tentang kasih sayang
terhadap ibu, bapak, saudara, dan orang lain. Sehingga antara anggota keluarga
dapat saling mengahargai setiap pendapat yang ada.
c.
Harus adanya komunikasi yang baik antara suami dan
istri, agar tercipta sebuah rumah tangga yang rukun dan harmonis. Jika di
dalam sebuah rumah tangga tidak ada keharmonisan dan kerukunan diantara kedua
belah pihak, itu juga bisa menjadi pemicu timbulnya kekerasan dalam rumah
tangga.
d.
Butuh rasa saling percaya, pengertian, saling
menghargai dan sebagainya antar anggota keluarga. Sehingga rumah tangga
dilandasi dengan rasa saling percaya. Jika sudah ada rasa saling percaya, maka
mudah bagi kita untuk melakukan aktivitas. Jika tidak ada rasa kepercayaan maka
yang timbul adalah sifat cemburu yang kadang berlebih dan rasa curiga yang
kadang juga berlebih-lebihan.
e.
Seorang
istri harus mampu mengkoordinir berapapun keuangan yang ada dalam keluarga,
sehingga seorang istri dapat mengatasi apabila terjadi pendapatan yang minim,
sehingga kekurangan ekonomi dalam keluarga dapat diatasi dengan baik.
F. Mengatasi
Kekerasan Dalam Rumah Tangga
Jika
kekerasan dalm rumah tangga terjadi maka bagi pelaku dan korban kekerasan
sendiri, sebaiknya mencari bantuan pada Psikolog untuk memulihkan kondisi
psikologisnya. Bagi suami sebagai pelaku, bantuan oleh Psikolog diperlukan agar
akar permasalahan yang menyebabkannya melakukan kekerasan dapat terkuak dan
belajar untuk berempati dengan menjalani terapi kognitif. Karena tanpa adanya
perubahan dalam pola pikir suami dalam menerima dirinya sendiri dan istrinya
maka kekerasan akan kembali terjadi.
Sedangkan
bagi istri yang mengalami kekerasan perlu menjalani terapi kognitif dan belajar
untuk berperilaku asertif. Selain itu, istri juga dapat meminta bantuan pada
LSM yang menangani kasus-kasus kekerasan pada perempuan agar mendapat
perlidungan. Suami dan istri juga perlu untuk terlibat dalam terapi kelompok
dimana masing-masing dapat melakukan sharing sehingga menumbuhkan keyakinan
bahwa hubungan perkawinan yang sehat bukan dilandasi oleh kekerasan namun
dilandasi oleh rasa saling empati. Selain itu, suami dan istri perlu belajar
bagaimana bersikap asertif dan memanage emosi sehingga jika ada perbedaan
pendapat tidak perlu menggunakan kekerasan karena berpotensi anak akan
mengimitasi perilaku kekerasan tersebut. Oleh karena itu, anak perlu diajarkan
bagaimana bersikap empati dan memanage emosi sedini mungkin namun semua itu
harus diawali dari orangtua.
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Kekerasan
dalam rumah tangga (KDRT) adalah segala bentuk tindak kekerasan yang dilakukan
oleh suami terhadap istri yang berakibat menyakiti secara fisik, psikis,
seksual dan ekonomi, termasuk ancaman, perampasan kebebasan yang terjadi dalam
rumah tangga atau keluarga. Selain itu, hubungan antara suami dan istri
diwarnai dengan penyiksaan secara verbal, tidak adanya kehangatan emosional,
ketidaksetiaan dan menggunakan kekuasaan untuk mengendalikan istri. Jadi
kekerasan bukan hanya terwujud dalam penyiksaan fisik, namun juga penyiksaan
verbal yang sering dianggap remeh namun akan berakibat lebih fatal dimasa yang
akan datang.
Untuk
mencegah terjadinya kekerasan dalam rumah tangga tersebut maka antara suami dan
istri harus memiliki keimanan
yang kuat dan akhlaq yang baik, adanya komunikasi yang baik antara suami dan
istri, serta memiliki rasa saling percaya, pengertian, dan saling menghargai.
DAFTAR PUSTAKA
Undang-undang tentang Penghapusan KDRT No. 23 tahun
2004.
http://pdfsearch.kq5.org Diunduh tanggal 05 Oktober 2012 Pukul:
10.45.